Senin, 15 Maret 2010

Waspada Isu Terorisme

Lagi-lagi kita beberapa minggu ini disuguhi sebuah drama yang luar biasa dahsyatnya, dimana dalam drama tersebut demikian mudahnya melakukan penghakiman terhadap sekelompok orang bersenjata ini dengan sebutan teroris. Hanya karena ditemukan beberapa barang yang diduga milik kelompok bersenjata tersebut terkait dengan simbol-simbol Islam (misalnya buku-buku Islam dan atribut pakaian koko dll), dan ditangkapnya beberapa orang dari luar Aceh yang terlibat. padahal belum tentu kebenaranya dan belum dapat dibuktikan secara hokum, padahal dalam hokum kita sendiri menganut azaz praduga tak bersalah.
Para pengamat juga tidak mau ketinggalan ikut menabuh genderang “analisis” yang tidak jarang sangat prematur, berdasarkan sangkaan dan dugaan semata-mata, tapi seolah sepakat untuk membenarkan keterkaitan kelompok ini dengan jaringan Jama’ah Islamiyah bahkan jaringan al Qoidah, apalagi munculnya blok di internet pengakuan tandzim al Qaidah Aceh (yang sulit di verifikasi kebenarannya), dan menyematkan kepadanya tentang potensi ancaman terhadap keamanan Indonesia bahkan untuk keamanan Selat Malaka.
Anehnya Ketika kasus “skandal century” mencapai antiklimak melalui sidang paripurna DPR (3/3/2010), isu terorisme muncul lagi dan memegang estafet. Peristiwa ini mencuat dipermukaan sejak media memberitakan upaya penggerebakan kelompok bersenjata yang tengah mengadakan latihan militer di pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar yang diduga berlangsung sejak September.Dan penggerebekan tersebut dilakukan pada Senin malam, 22 Februari lalu. Dan jaringan kelompok ini sempat terendus di Pancal dan Saree (lembah Seulawah-Aceh besar), polisi mengaku menangkap sejumlah orang dari dua tempat ini yang kemudian di boyong ke Jakarta.
Bagi Masyarakat Aceh sendiri isu teroris ini masih menjadi kontroversi besar, dan tentunya menjadi suatu yang ganjil, karena dalam kamus sejarah perjuangan Aceh tidak pernah mengenal adanya teroris, bila mereka mengenal istilah teroris pasti banyak tentara Indonesia yang tewas akibat bom bunuh diri saat TNI melakukan operasi militer saat perang aceh beberapa tahun lalu. Maka ini melahirkan tanda tanya dan pro-kontra, dimana masyarakat kembali di hadapkan pada situasi dan kondisi yang tidak nyaman dengan sweeping dibanyak tempat dan ini membangkitkan trauma masa lalu selama konflik. Komite Peralihan Aceh (KPA) wilayah Pase melalui juru bicaranya Dedi Syafrizal dalam jumpa pers di kantor Partai Aceh Lhokseumawe (1/3), menilai bahwa pemberitaan adanya gerakan terorisme di Aceh merupakan isu murahan (Harist : 2010).
Kembali di jelaskan oleh Harist, Bahkan dinilai tidak rasional jika ada teroris yang muncul di Provinsi Aceh. Berita bahwa adanya gerakan teroris di Aceh sangat tidak berdasar. Ini diduga hanya sebuah rekayasa oleh oknum tertentu untuk kepentingan kelompok maupun pribadi. Kondisi itu seperti sudah direncanakan bukan terjadi dengan tiba-tiba. Malah setiap pergerakan membuat warga sipil mendapat musibah. “Kami mengklaim bahwa tidak ada gerakan teroris di Aceh umumnya dan Aceh Utara khususnya. Apalagi ada informasi sudah berada di Aceh sejak tahun 2005. Ini sangat tidak dapat diterima oleh akal sehat. Kami menilai ini hanya kerjaan orang-orang yang tidak menginginkan Aceh tetap damai (Harist : 2010).
Pada titik inilah, umat Islam di Indonesia harus memahami dan waspada upaya-upaya mendiskriditkan Islam dan umatnya. Sebagai umat islam kita harus belajar dari banyak pengalaman yang menimpa Negara-negara muslim lainya seperti Irak, afganistan yang terkoyak-koyak sebagai sebuah bangsa yang berdaulat. Apalagi kita masyarakat banyuasin yang berada dititik geografis yang strategis, dapat dipastikan banyuasin merupakan daerah transit yang nyaman bagi pendatang.
Terkait dengan isu terorisme, perlu kita pahami beberapa hal sebagai berikut;
Pertama; terorisme adalah sebuah isu dan menjadi proyek global AS pasca peristiwa Sebelas September untuk melakukan penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin yang memiliki potensi strategis untuk kepentingan kapitalis global dimana pemerintah AS menjadi pengusungnya.
Kedua; Indonesia bagian dari dunia Islam yang memiliki nilai strategis dari berbagai aspek. Baik demografi maupun SDA (sumber daya alam) dan geopolitik dikawasan Asia pacifik maupun didunia Islam. Indonesia menjadi salah satu basis langkah kontra terorisme (yang secara tegas menempatkan Islam dan kelompok-kelompok yang dianggap radikal dan fundamentalis sebagai obyek proyek kontra teroris) dan kelompok ini dianggap sebagai sebab pemicu munculnya tindakan terorisme.Lebih dari itu,kelompok ini dipandang sebagai potensi ancaman terhadap eksistensi kapitalisme global yang di usung AS.
Ketiga; Isu terorisme terbukti bagi AS di dunia Islam khususnya Indonesia mampu menciptakan keterbelahan di antara kaum muslimin. Umat Islam di adu domba dengan katagori-katagori serta pengelompokan; Islam moderat-fundamentalis dsb.
Keempat; isu terorisme akan terus diusung dan menjadi perhatian penguasa negeri ini (yang terjebak dalam proyek global AS), sampai terget pembungkaman seluruh komponen Islam yang dianggap mengancam eksistensi sekulerisasi dan liberalisasi betul-betul bisa di bungkam.
Kelima; dalam konteks kekinian, isu terorisme terbukti menguntungkan pihak-pihak tertentu keluar dari problem politik “century gate” dan delegitimasi kekuasaan yang ada.Dan menjadi alasan Indonesia meminta kembali kerja sama liliter dengan AS karena telah menunjukkan komitmennya terkait pengelolaan dan penanganan isu terorisme ini.
Keenam; isu terorisme hakikatnya salah satu strategi penjajahan AS untuk terus bertahan di dunia Islam.Tentu dengan bantuan dan loyalitas daripenguasa-penguasa negeri kaum muslimin yang berkhianat kepada umat Islam.Karena terbukti Islam dan kaum muslimin menjadi korban.
Mari kita perkuat persatuan jangan sampai bangsa kita terpecah belah seperti saat zaman penjajahan belanda dengan politik devide et empirenya beberapa abad yang lalu yang mengoyak-ngoyak kemerdekaan bangsa kita yang berdaulat. Banyak hal hal yang harus kita lakukan untuk membangun bangsa ini, isu murahan yang memecah belah bangsa jangan diperdebatkan dan dijadikan polemik yang berlarut-larut, kalau kita selalu berpolemik bangsa ini tidak akan pernah maju. Saatnya kita berkarya untuk negeri bukan hanya kritik tanpa solusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar